Saran untuk Pemerintah Kembangkan Skema Baru Pembangunan Infrastruktur

Merdeka.com - Keberhasilan Presiden Joko Widodo dalam membangun infrastruktur di Indonesia diapresiasi banyak pihak. Pembangunan infrastruktur dengan konsep konektivitas menjadi solusi untuk Indonesia. Sehingga, daerah satu dan daerah lainnya akan tersambung dengan baik.
Namun begitu, ke depannya diperlukan skema baru agar pembangunan infrastruktur tidak membebankan keuangan negara. Perlu diketahui, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, pemerintah menargetkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) berada di kisaran 30,4 persen, lebih tinggi dibandingkan 29,9 persen yang diperkirakan dicapai tahun ini.
Pemerintah telah berulang kali menegaskan bahwa utang akan dikelola dengan hati-hati dan akan digunakan untuk berbagai tujuan produktif, seperti pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing produk berorientasi expor dan produk untuk kecukupan kebutuhan logistik dalam negeri.
Menurut pengamat infrastruktur Nuzul Achzar, ada beberapa poin yang harus diperhatikan pemerintah ke depannya. Pertama terkait return of investment atau ROI. Menurutnya, saat ini pembangunan jalan tol yang dilakukan oleh BUMN karya harus dalam konteks ROI. "Kalau tidak nanti akan merugi," katanya.
Sebelum membukukan kerugian, biasanya BUMN karya akan mencari pinjaman tambahan atau pembiayaan ulang dari bank ataupun penerbitan obligasi. Bila tidak, maka biaya keuangan akan terus menggerus nilai proyek tersebut, dan pada akhirnya jika dijual pun belum tentu hasil penjualan mampu membayar kembali apa yang telah dikeluarkan. "Tentu cara ini kurang sehat," jelasnya.
Nuzul juga berpendapat, ada beberapa jalan yang return-nya kurang bagus. Cash flow tidak sesuai dengan yang diinginkan. "Tengok saja tol trans Sumatra return-nya bisa puluhan tahun," lanjutnya.
Untuk itu, ke depannya pemerintah harus memperhatikan skema investasi untuk infrastruktur tersebut. Saat ini yang terjadi pemerintah melakukan pembangunan terlebih dahulu, setelah itu baru mencari investor dan membuat regulasi.
Poin lainnya yang tak kalah penting adalah penentuan harga untuk infrastruktur tersebut. Misalnya menentukan tarif untuk jalan tol, ke depannya tidak membuat investor rugi, dan juga tidak membebani masyarakat. "Jadi, harus sama sama diuntungkan, semua harus dilakukan secara transparan," katanya.
Senada dengan Nuzul, pengamat infrastruktur Shadik Wahono juga mendorong pemerintah untuk lebih menunjukkan kepastian hukum terhadap kontrak-kontrak investasi jangka panjang. "Yang tak kalah pentingnya adalah, tingkat disiplin atas rencana pembangunan wilayah yang menjadi dasar penghitungan proyeksi proyek dilaksanakan tepat waktu oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah," katanya.
Dengan demikian, akan terjadi tingkat kepercayaan atas commercially viableproyek dalam membangun infrastruktur, khususnya jalan tol yang menghubungkan daerah yang dibangun. Kerja sama Pemerintah yang saling dukung mendukung untuk pembangunan wilayah akan memberikan kepastian dan percepatan ROI. "Dengan demikian, maka akan lebih banyak investor untuk berinvestasi di Indonesia, khususnya infrastruktur tol," tuturnya.
Terkait pembiayaan, menurut Shadik harus sudah shifting dari pembiayaan infrastruktur traditional di era awal tahun 70 dan 80an di mana beberapa negara maju memberikan bantuan melalui agensi donor (mulitlateral agrency) kerap membuat biaya pembangunan sangat mahal dan menjadi lambat, karena sarat dengan banyak kepentingan dan kebijakan luar negeri dari negara donor yang dimasukkan dalam persyaratan persetujuan pembiayaan.
Apabila kekuatan fiskal pemerintah sangat tinggi, pemerintah dapat membangun infrastruktur apa pun yang diinginkan. "Dalam keterbatasan kemampuan fiskal, pemerintah tetap harus membangun infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan mengundang partisipasi swasta. Dalam hal ini, pemerintah kembali harus memperhatikan disiplin investasi. Pemerintah harus mampu memberikan dukungan yg memadai, sehingga proyek-proyek infrastruktur yg ditawarkan kepada swasta untuk dibangun dapat memiliki profil risk-return yang menarik dan dengan tingkat ROI yang sesuai dengan permintaan pasar keuangan," tutup Shadik.
Sumber:Merdeka.com
Share:

Recent Posts